21.7 C
New York
Saturday, May 27, 2023

Buy now

spot_img

Say No to Poor Mental

Sumber: Dokumen Pribadi

Oleh: Siti Mastiah (Sekretaris Umum HMI Hasyim Asy’ari Cabang Semarang)

Seperti yang diketahui bahwa setiap manusia memiliki mental yang berbeda-beda yang akan mempengaruhi cara mereka memandang dunia dan menentukan hal apa yang ingin dilakukannya dalam kehidupan. Mental tersebut juga mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mencari uang untuk bisa bertahan hidup dalam kerasnya dunia karena hidup butuh aksi dan refleksi. Tidak heran jika di zaman modern muncul istilah mental kaya dan mental miskin yang kerap digunakan kepada para generasi ziber.

Sebenarnya, apa sih yang membedakan mental kaya dan mental miskin? Patut kita ketahui mengenai mental kaya dan mental miskin yang sebenarnya membicarakan sebuah kebiasaan, bukan pendapatan atau harta yang dimiliki seseorang. Seseorang yang terlahir dengan mental kaya memiliki kebiasaan untuk merencanakan uang agar dapat menghasilkan lebih di kemudian hari. Sedangkan seseorang yang terlahir dengan mental miskin, mereka akan sibuk memikirkan cara menghabiskan uang yang sudah diperoleh dari usahanya. Jadi, bedanya mental kaya dan mental miskin bukan karena uang yang dimiliki, melainkan cara berpikir yang sederhana.

Sebenarnya, tidak ada salahnya memiliki rencana menghabiskan uang yang sudah diperoleh melalui kerja keras. Tetapi, jika hal tersebut dilakukan secara terus menerus dapat berujung kemiskinan kalau tidak memikirkan untuk memutarkan uang agar menghasilkan lebih dari pemasukan. Oleh karena itu, akan jauh lebih baik untuk memiliki perencanaan keuangan terlebih dahulu sebelum membeli barang-barang baru dengan uang yang dimiliki. Jangan sampai terkena mental-mental yang kaya, tetapi sebenarnya miskin. Sebenarnya ciri-ciri orang dengan “mental miskin” adalah suka meminta, gengsi, gemar menunda (Prokrastinasi), tidak memiliki rencana.

Lucunya, terkadang orang senang meminta, tetapi tidak pernah memberi. Sepertinya terdapat cerita islami tentang ini. Kebanyakan manusia suka menadahkan tangan daripada memberi.

Di Indonesia, rata-rata memiliki mental miskin, walaupun tidak diukur dengan data. Namun saya percaya Indonesia darurat mental miskin karena selama saya hidup, tidak ada satupun orang yang mengatakan, “Mbak/Bang, bisa tolongin saya tidak? Ini ada 50K buat kamu nanti”. “Kamu bisa investasi kan Mbak/Bang? Kamu ajarin saya investasi ya, ini ada uang 200K dulu gak apa-apa? Kalau saya ngeh tak kasih lebih deh”.

Tidak ada, tidak ada yang suka barter begini, satupun tidak ada, ini termasuk mental miskin. Kebanyakan orang malah begini, “Mbak/Bang, bisa tolongin saya tidak? butuh banget soalnya”. “Kamu bisa investasi kan? Kamu ajarin investasi yaa… boleh yaa?”

“SAYA GA PEDULI FRIEND, mau nangis darah kau sujud sujud, tidak akan terbuka hati nurani walaupun di iming-imingi surga dan pahala, lah emang surga dan pahala punya bapakmu? Kecuali mintanya yang ringan dan saya free, tentunya mintanya bukan yang mahal. Contohnya kayak minta like IG, menemani ke tempat tertentu, titip barang belanjaan atau beres-beres”.

Maka tidak masalah, itu ringan, tidak ada beban, tidak mahal juga. Dan kalau mau minta, ya kasih dulu sesuatu yang berharga, tidak perlu uang, insight baru pun jadi. Itulah salah satu pembeda pemikiran kalangan kelas atas dengan kelas bawah. Bila juga didunia bisnis, saat melakukan transaksi, maka ada keuntungan si Fulan dan si Zaid. Ga ada negosiasi bisnis begini,“Pak, kami butuh suntikan modal 50 juta aja, karena tim kami sangat butuh, tolong pak, buka hati nurani bapak”. Mata kau, yang ada malah diusir kamu. Pasti negosiasinya begini,“Pak, saya takut mengatakan hal ini, kami butuh suntikkan modal 50 juta untuk melanjutkan projek ini, kalau bapak suntikan dana, keuntungan bapak bla bla bla.”

Temen-temen pernah menjumpai tidak, hal yang seperti ini? Dari sisi kacamata, kita harus melihat keuntungan antara kedua belah pihak, apakah simbiosis mutualisme atau malah simbiosis parasitisme dan ini bukan masalah hati nurani, bullshit kalo seperti itu.Yang kedua ada Gengsi. Biasanya Mental kaya hanya membeli barang yang memiliki fungsi tertentu, misal Fulan ingin membeli hp, maka Fulan akan membeli hp sesuai apa yang dibutuhkan, bukan dilihat dari harga yang tinggi ataupun sedang trend. Sementara orang yang mempunyai mental miskin membeli gengsi, misal Zaid ingin membeli hp maka Zaid akan memilih hp dengan harga yang mahal atau sedang trend karena Zaid lebih mementingkan gengsinya daripada fungsi hp yang Zaid butuhkan. Bila dipikir-pikir, orang yang membeli hp hanya karena gengsi saja itu akan membuat dirinya rugi. Semoga kita dijauhkan dari sifat gengsi untuk melakukan kebaikan karena Allah SWT.

Yang ketiga ada gemar menunda (prokrastinasi). Menurut penelitian Joseph Ferrari, Ph.D, seorang profesor dari De Paul University, Chicago, mengungkapkan bahwa 20 persen perempuan dan laki-laki yang ada di seluruh dunia memiliki sifat prokrastinasi. Seorang yang memiliki sifat prokrastinasi selalu mencari-cari alasan untuk menunda kewajiban atau tugas, misalnya ketika sudah sampai waktu shalat, kita sebagai seorang disciples harusnya bergegas mengambil air wudhu dan berusaha membuat diri sendiri sadar dari bunga tidur, supaya tidak ketinggalan shalat berjamaah. Bukan malah bangun dan tarik selimut tidur kagi. Tetaplah konsisten dalam beribadah. Yang terakhir yaitu tidak memiliki perencanaan. Dalam hidup ini, setidaknya kita mempunyai rencana untuk enam bulan kedepan mau jadi apa karena itu adalah hal mudah untuk mendapatkan hidup sukses. Buang jauh-jauh mental miskinmu! Indonesia tidak butuh generasi itu! Wallahu alam bi al-shawab.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
3,785FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles