Sumber: Dokumen Pribadi
Oleh: Muhammad Fachrul Hudallah (Founder Literasi Jalanan Kudus)
Hari ibu merupakan perenungan spiritual dan natural dalam mengingat jasa dan pengorbanannya. Kongres perempuan telah menggelar kongres ketiga di Bandung untuk menetapkan tanggal 22 Desember sebagai hari ibu sebagai ajang refleksi. Tidak berlebihan bila peran ibu diperingati karena pengorbanannya.
Di dalam sebuah kesadaran, ibu merupakan orang yang patut dihormati. Mengingat hadirnya hadis riwayat Bukhari dan Muslim dimana memaparkan bahwa Abu Hurairah pernah berkata ada seorang pria yang mendatangi Rasulullah dan bertanya tentang siapa dari kerabatku yang paling berhak aku berbuat baik, kemudian Rasulullah menjawab “ibumu” selama tiga kali, kemudian baru “ayahmu”. Tentunya itu menunjukkan bahwa sebutan surga di telapak kaki ibu sudah pantas digaungkan dan diucapkan mengingat telah mengandung anak, mengasuh, dan membesarkannya.
Di Negara Indonesia, banyak sebutan untuk hari ibu, yakni hari mommy, hari mamak, hari simbok, hari mamah, hari ibu bendahara rumah tangga, atau apapun itu, namun memiliki esensi yang sama. Setiap ibu mungkin memiliki karakter yang berbeda, namun menurut penulis mayoritas dari mereka memiliki sikap khawatir. Sikap tersebut dapat ditunjukkan ketika anaknya sedang bepergian jauh, tidak bilang terus terang kepada orang tuanya, berbohong terhadapnya, atau kasus lain yang menyebabkan kekhawatiran. Bahkan, banyak juga ibu yang tidak dapat tidur di malam hari karena menunggu anaknya pulang.
Disadari atau tidak, ibu merupakan pahlawan bagi anaknya. Mereka memiliki sikap setia terhadap perlakuan anaknya, apalagi bila cukup nakal. Kesabaran, semangat perjuangan, pengorbanan, tanggung jawab, dan lain-lain merupakan bentuk perjalanan dari seorang ibu yang harus diingat dan dihormati. Setidaknya, bila belum bisa membahagiakan orang tua, setidaknya tidak menyakitinya.
Maka dari itu, bentuk menghormatinya adalah tetap sayang dan memperhatikannya secara intens selama ibu masih hidup di dunia karena kesempatan hanya datang satu kali. Bila ibunya sudah meninggal dunia, sebagai anak harus selalu mendoakannya agar tetap Disisi-NYA. Mungkin ibu jarang mengucapkan “cinta atau sayang” kepada anaknya, namun dia selalu menunjukkan seberapa besar sayang dan cintanya. Esensi cinta dan sayang membutuhkan bukti konkret. Di sisi lain, jangan lupa hormati dan sayangi ayah juga yang telah berkorban pula segalanya buat keluarga.
*Tulisan di kolom opini merupakan tanggung jawab penulis