Sumber: DokumenPribadi
Oleh: Muhammad Fachrul Hudallah (Editor Ngacoo.com)
Banjir tidak akan diharapkan oleh seluruh manusia. Dia mengalir saja secara tidak sengaja sehingga menjadi masalah besama. Semua resah, bingung! Tapi, Banjir tidak hanya di Jakarta saja!
Di awal tahun yang biasanya di sambut oleh mercon yang beterbangan dilangit, kini sepi. Di Indonesia, katanya virus corona semakin menjadi-jadi. Tahun 2021 harusnya menjadi awal yang baik bagi seluruh karena sudah waktunya resolusi, kan awal tahun.
Alam adalah sesuatu yang sulit di tebak. Kadang pas, juga banyak yang tidak tepat. Alam lebih susah dimengerti daripada kekasih sendiri.
Di masjid, sesudah ibadah shalat maghrib, biasanya warga desa Suro berkumpul. Ada salah satu warga bernama Bambang sedang menceritakan banjir di Jakarta yang terus terjadi, bukan melulu gosipin tetangga.
Bambang, orang yang terkenal dermawan didesanya memulai dengan kalimat, “Bapak-bapak tahu nggak kalau Jakarta banjir lagi?”
Seluruh warga menatap ucapan Bambang dengan serius. Tetapi, mereka mengabaikan saja ucapan Bambang dengan sibuk bermain hape. Ada juga yang nyahut dengan lihainya.
“Udahlah, Mbang. Mau banjir dimanapun itu, kan urusan mereka.”
Bambang tampak pucat mendengar kata yang benar-benar kaku. Dia resah bukan kepayang. Hingga muncul suara dari mulutnya, “Kok bisa Anda bicara gitu, pak? Saya mau ajak donasi, pak.”
“Kan Antum tau sendiri di Jakarta banyak orang yang punya gedung tinggi. Kan mereka pasti bantu. Kita doakan dari sinilah. Kita makan aja susah.”
Bambang menimpali pernyataan lagi, “Wah bapak ini! Kan justru kita susah, maka kita kelihatan istimewa di mata Yang Kuasa. Kalau kita kaya, akan keliatan biasa aja.”
Ketika mereka sedang memperdebatkan masalah donasi yang sangat panas di teras masjid, keadaan menegang hingga urat syaraf tidak bisa berkata-kata. Seketika mereka kaget merdengar suara teriak-teriak dari Somad, sang preman pasar.
“Oi oi oi oi. Ngomongin duit ni ye.”
Warga di teras masjid merasa ketakutan. Kalung akik dan celana sobek yang di pakai Somad, menyeramkan. Mereka takut karena Somad terkenal sebagai preman pasar di Desa.
Somad menunjukkan sikap yang aneh, dia menendang sampah dengan keras. Sampah berserakan tak teratur. Warga tak ada yang berani menegur. Kemudian dia mulai bicara, “Donasi aja pake ribut. Ampun, dah. Amal itu, harus kayak buang sampah gitu loh, bapak-bapak yang terhormat.”
Ucapan Somad membuat seluruh penghuni teras masjid terdiam bisu. Tak ada satu patah katapun yang muncul. Berhenti sejenak, Somad mendekat ke teras masjid untuk menambah kehangatan pembicaraan.
Tak lama, Bambang bertanya pada Somad atas pernyataannya dengan ekspresi datar ketakutan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
“Maaf, Cak Somad. Maksud jenengan tadi apa ya?”
Somad menjelaskan bahwa ketika orang punya barang yang tidak berguna, pasti di buang di tempat sampah. Dia menyarankan agar donasi mereka anggap saja sebagai barang yang tidak berguna biar nggak diinget-inget lagi. Kalau katanya, amnesia setelah sedekah.
Setelah menjelaskan sepanjang rel kereta api, dia bertanya balik, “Kalian mau ngasih donasi ke Jakarta thok? Padahal Indonesia luasnya gak kebangetan. Masak iya cuman ngasih donasi ke Jakarta? Yang banjir tuh bukan Jakarta doang, pak!”
“Lah emang ada daerah lain yang menjadi langganan banjir, Cak Somad?”
“Hati saya banjir gak dapet pajak, pak!”
Warga yang tanya serius, malah di ajak bercanda. Betapa geramnya warga. Tapi apalah daya, teras adalah zona yang tidak merah sehingga nyaman untuk diduduki.
Di saat semua terdiam, Somad malah cekikikan. menganggap semuanya bercanda. Ekspresi itu tak mendapat tanggapan dari warga. Somad langsung saja bilang, “Lha wong kemarin-kemarin ada banjir di Demak, Tanjung Pinang, Bojong Asih, Indramayu, Gresik, sama Kudus kok, pak. Ya harusnya itu semua kita kasih donasi lah. Kemarin juga ada di Kalimantan Selatan, di Banjarbaru. Malah parah itu.”
Somad bercerita mengenai banjir di Kalimantan tanggal 14 Januari 2021 dengan teriak. Dia memberitahu bahwa tingginya sampai 150 senti hingga ada balita yang berumur 3 tahun meninggal di seketika. Warga tetap aja melongo. Bukan tanda tidak tahu, tapi takut.
“Kalian kemana wae, bapak-bapak terhormat? Makanya punya hape dipakai browsing berita terkini,” tegur Somad keras.
Somad memandangi seluruh penghuni masjid pada malam itu. Terlihat di pojok samping saka ada orang yang ingin bicara. Ketika dipandangi Somad, orang itu memandangi balik. Tatapan Somad menjadi dalam, hingga akhirnya orang itu bicara nyolot.
“Wah duitku habis itu kalau buat ngasih orang yang banyaknya nggak karuan. Enak ke Jakarta aja malah. Satu tempat, jelas. Di berita juga ada. Juga banyak yang nyebar-nyebar pamflet banjir Jakarta di wa saya.”
Somad sinis, geram, mengeluarkan sifat aslinya yang sama seperti minta pajak di pasar. Bapak-bapak di teras masjid membisu kaku. Tubuhnya seperti dikuasai api yang berkobar. Dia menegur bahwa bapak itu mainnya kurang jauh, soalnya Indonesia bukan Jakarta thok.
Somad diujung panasnya lngsung memberi saran agar dibuatkan semacam gerakan donasi di masjid, kayak buat pamflet dan disebar.
Langsung saja, ketika Somad sudah berhenti bicara, berarti sudah paripurna. Dia meninggalkan masjid dengan menendang lagi semua sampah-sampah yang berkececeran. Dia tak peduli dengan sikap bar-barnya. Anehnya, warga juga tidak berani menegur.
Bambang mencoba berpikir sampai akalnya tidak berdaya. Dia kali ini meminta bantuan hati nurani agar sisi kemanusiaannya melebihi bapak-bapak yang sedang di teras masjid.
Bambang memanggil para warga di teras, “Pak?”
“Iya?” sontak warga menjawab.
“Yaudah gini aja. Usul Cak Somad tadi bagus. Kalau bapak-bapak belum mau ngebantu, setidaknya nyebarin pamflet. Kan anak saya pinter ngedit-ngedit gitu, nanti akan saya suruh buat pamflet donasi. Ternyata yang banjir bukan Jakarta thok, pak. Semua orang butuh kita. Di Kalimantan yang katanya Cak Somad tadi juga perlu kita bantu. Kita pakai hatilah, pak. Jangan sampai kita pakai jiwa batu yang keras.”
Setelah lama memperdebatkan hingga teras masjid terasa panas di pantat, akhirnya para warga yang sedang duduk mengetahui bahwa banjir bukan di Jakarta saja. Semua membutuhkan bantuan. Mungkin dengan gerakan menyebarkan informasi bersama, akan membantu untuk daerah yang membutuhkan. Somad, yang disangka preman biasa, ternyata bisa berfikir untuk memanusiakan manusia.
Tibalah waktu isya, adzan-pun dikumandangkan dalam tempo yang selembut-lembutnya.
17 Januari 2023